Rabu, 5 Januari 2011 | 18:32
[JAKARTA] Mantan Menteri Koordinator Ekonomi dan Keuangan Kwik Kian Gie menegaskan bahwa kebijakan membangun Sistim Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) waktu itu, yakni Yusril Ihza Mahendra tidak salah.
"Komputerisasi yang terkenal dengan nama Sisminbakum itu harus dilakukan Yusril oleh karena merupakan kesepakatan dengan International Monetary Fund (IMF) ketika itu. Selain itu, juga mendapat persetujuan dari Presiden, dibicarakan dan diketahui dalam sidang kabinet," kata Kwik seusai diperiksa sebagai saksi menguntungkan bagi Yusril di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/1).
Hanya saja, setelah mendengarkan penjelasan penyidik Kwik menyimpulkan bahwa dalam proyek Sisminbakum ini pengusahanya mengakali atau menyalahgunakan kesempatan dalam kesempitan.
"Dari data yang ada ternyata cukup mengejutkan. Harga pokok untuk melakukan komputerisasi itu Rp 500 juta. Kemudian yang ditangani adalah akte-akte yang tertunggak, 35 ribu kasus. Dan setiap hari yang baru itu ada 200-250 akte. Jika dihitung semuanya, kalaupun investasinya dianggap Rp 20 miliar maka satu tahun selesai. Tetapi BOT-nya 10 tahun. Sehingga perolehan oleh kontraktor itu sekitar Rp 400 miliar," jelas Kwik.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebagai Ekonom Kwik menilai tentu saja tidak pantas dengan modal Rp 500 juta mendapat Rp 400 miliar. Baginya, itu sangat keterlaluan. "Mengambil keuntungan banyak boleh saja jika yang bersangkutan sama sekali tidak tahu apa-apa. Tetapi, dalam hal ini tidak demikian," ucap Kwik.
Bahkan Kwik mempertanyakan pengusaha yang melakukan hal seperti itu. Karena sebagai pengusaha dan di dalam ilmu ekonomi perusahaan dan dagang diajarkan jika ingin tetap bertahan maka keuntungan yang diambil harus pantas dan proporsional.
Berbicara mengenai kerugian negara, Kwik mengatakan tindakan mengambil keuntungan tersebut tidak bisa dikatakan merugikan negara dalam bentuk uang. Akan tetapi, menurutnya, negara mempunyai suatu fungsi yang sangat penting yakni melayani rakyatnya.
"Publik memang dilayani baik pelayanan yang lebih cepat dengan membayar biaya akses Rp 1,3 juta. Tetapi, jika pelayanan publik bisa diberikan dengan sangat murah dan bahkan cuma-suma. Jadi, Rp 1,3 juta yang tadi kedengarannya murah menjadi sangat mahal," ungkap Kwik. [NOV/A-21]
"Komputerisasi yang terkenal dengan nama Sisminbakum itu harus dilakukan Yusril oleh karena merupakan kesepakatan dengan International Monetary Fund (IMF) ketika itu. Selain itu, juga mendapat persetujuan dari Presiden, dibicarakan dan diketahui dalam sidang kabinet," kata Kwik seusai diperiksa sebagai saksi menguntungkan bagi Yusril di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/1).
Hanya saja, setelah mendengarkan penjelasan penyidik Kwik menyimpulkan bahwa dalam proyek Sisminbakum ini pengusahanya mengakali atau menyalahgunakan kesempatan dalam kesempitan.
"Dari data yang ada ternyata cukup mengejutkan. Harga pokok untuk melakukan komputerisasi itu Rp 500 juta. Kemudian yang ditangani adalah akte-akte yang tertunggak, 35 ribu kasus. Dan setiap hari yang baru itu ada 200-250 akte. Jika dihitung semuanya, kalaupun investasinya dianggap Rp 20 miliar maka satu tahun selesai. Tetapi BOT-nya 10 tahun. Sehingga perolehan oleh kontraktor itu sekitar Rp 400 miliar," jelas Kwik.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebagai Ekonom Kwik menilai tentu saja tidak pantas dengan modal Rp 500 juta mendapat Rp 400 miliar. Baginya, itu sangat keterlaluan. "Mengambil keuntungan banyak boleh saja jika yang bersangkutan sama sekali tidak tahu apa-apa. Tetapi, dalam hal ini tidak demikian," ucap Kwik.
Bahkan Kwik mempertanyakan pengusaha yang melakukan hal seperti itu. Karena sebagai pengusaha dan di dalam ilmu ekonomi perusahaan dan dagang diajarkan jika ingin tetap bertahan maka keuntungan yang diambil harus pantas dan proporsional.
Berbicara mengenai kerugian negara, Kwik mengatakan tindakan mengambil keuntungan tersebut tidak bisa dikatakan merugikan negara dalam bentuk uang. Akan tetapi, menurutnya, negara mempunyai suatu fungsi yang sangat penting yakni melayani rakyatnya.
"Publik memang dilayani baik pelayanan yang lebih cepat dengan membayar biaya akses Rp 1,3 juta. Tetapi, jika pelayanan publik bisa diberikan dengan sangat murah dan bahkan cuma-suma. Jadi, Rp 1,3 juta yang tadi kedengarannya murah menjadi sangat mahal," ungkap Kwik. [NOV/A-21]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar